بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
(Bismillahir rohmanir rohim)
Darah Nifas
Darah nifas
adalah darah yang keluar setelah melahirkan. Itu definisi yang sangat
baik dan hati-hati dalam masalah ini dan inilah yang jadi pegangan ulama
Syafi’iyah yang jadi madzhab di negri kita.
Asy Syairozi dalam Al Muhaddzab menyebutkan,
فان الخارج بعد الولادة نفاس وأما الخارج قبله ففيه وجهان من أصحابنا
“Adapun darah yang keluar setelah melahirkan, itu dihukumi sebagai
nifas. Adapun jika keluar sebelumnya, maka ulama Syafi’iyah memiliki dua
pendapat.” Yaitu, ada yang menganggap sebagai darah istihadhoh dan ada
yang menganggapnya sebagai darah haidh.
Disebutkan oleh Imam Nawawi,
النفاس
بكسر النون وهو عند الفقهاء الدم الخارج بعد الولد وعلي قول من يجعل
الخارج معه نفاسا يقول هو الخارج مع الولد أو بعده وأما أهل اللغة فقالوا
النفاس الولادة
“Nifas -dengan nun-nya dikasroh- menurut ulama pakar fikih adalah
darah yang keluar setelah melahirkan. Ada juga yang berpendapat, darah
tersebut adalah darah yang keluar bersamaan dengan keluarnya bayi, yaitu
lengkapnya dikatakan bahwa darah nifas adalah darah yang keluar
bersamaan atau setelah keluarnya bayi. Adapun pakar bahas mengatakan
bahwa nifas berarti melahirkan.” (Lihat Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab, 2: 369).
Dalam Al Iqna’ fii Halli Alfazhi Abi Syuja’ (1: 177), Syamsuddin Muhammad Al Khothib menyebutkan,
والنفاس
لغة الولادة وشرعا هو الدم الخارج من فرج المرأة عقب الولادة أي بعد فراغ
الرحم من الحمل وسمي نفاسا لأنه يخرج عقب نفس فخرج بما ذكر دم الطلق
والخارج مع الولد فليسا بحيض لأن ذلك من آثار الولادة ولا نفاس لتقدمه على
خروج الولد بل ذلك دم فساد
“Nifas secara bahasa berarti wiladah (melahirkan). Menurut istilah
syar’i, nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah
melahirkan dari waktu hamil. Disebut nifas karena keluar setelah adanya
bayi. Maka tidak termasuk di sini darah yang keluar ketika merasakan
nyeri menjelang melahirkan, juga tidak termasuk pula darah yang keluar
bersamaan dengan keluarnya bayi. Kedua darah tersebut tidak tergolong
darah haidh karena darah ini adalah pengaruh dari melahirkan. Juga darah
tersebut tidak disebut nifas karena keluarnya sebelum keluarnya bayi.
Yang tepat, darah tersebut adalah darah fasad (darah rusak).”
Ringkasnya, darah nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan,
bukan sebelum atau bersamaan dengannya. Untuk menambah pengetahuan
tentang darah nifas, silakan baca ulasan sebelumnya: Hukum Darah Sebelum Melahirkan. Wallahu a’lam.
Moga Allah selalu menambahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat.
Darah Nifas Tidak Berhenti Setelah 40 Hari
Bagaimana jika darah nifas pada wanita tidak berhenti setelah 40 hari, apakah tetap dihukumi darah nifas atau dihukumi darah kotor (istihadhoh)? Jika darahnya nifas, tentu saja masih tidak boleh shalat dan puasa. Sedangkan darah istihadhoh sebaliknya.
Batasan Lama Darah Nifas
Batasan minimal lamanya nifas tidak ada. Jika seorang wanita melihat
dirinya telah suci, maka ia segera mandi lalu mengerjakan shalat.
Demikian pendapat jumhur atau mayoritas ulama. Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 41: 6.
Untuk batasan maksimalnya para ulama berselisih pendapat. Ulama
Syafi’iyah berpendapat darah nifas maksimalnya adalah 60 hari. Ada juga
yang berpendapat 40 hari. Mereka beralasan dengan hadits Ummu Salamah,
di mana ia berkata,
كَانَتِ
النُّفَسَاءُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَقْعُدُ
بَعْدَ نِفَاسِهَا أَرْبَعِينَ يَوْمًا أَوْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Dahulu di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
wanita menunggu masa nifasnya selesai hingga 40 hari atau 40 malam.”
(HR. Abu Daud no. 311, Tirmidzi no. 139, Ibnu Majah no. 648. Hadits ini
dishahihkan Al Hakim dan disepakati oleh Adz Dzahabi. Al Hafizh Abu
Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan, sedangkan Syaikh Al Albani mengatakan shahih).
Darah Nifas Tidak Berhenti Setelah 40 Hari
Dalil di atas sebenarnya bukan menunjukkan batasan bahwa darah nifas
maksimal keluar selama 40 hari, namun menunjukkan umumnya darah nifas
adalah keluar selama waktu itu. Artinya, jika lebih dari 40 hari darah
terus keluar, tetap masih berlaku darah nifas.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata, “Yang tepat, masa
nifas tidak ada batasan minimal dan juga maksimalnya. Pembicaraan
lamanya nifas sama dengan pembicaraan lamanya haidh (artinya, tidak ada
batasan minimal ataupun maksimalnya).” (Al Mukhtarot Al Jaliyah minal Masa-il Al Fiqhiyyah, hal. 39).
Dalam kitab lainnya Syaikh As Sa’di mengatakan, “Ketika darah
kebiasaan itu ada, maka berlakulah hukum. Inilah yang ditunjukkan oleh
dalil dan diamalkan oleh kaum muslimin. Adapun menetapkan umur tertentu
di mana minimal wanita mendapati haidh atau menetapkan usia berapa
berakhirnya haidh, juga menetapkan batasan minimal atau maksimalnya,
maka seperti itu tidaklah terdapat dalil. (Lihat Al Qowa’id wal Furuq, hal. 169, dinukil dari catatan kaki kitab Manhajus Salikin karya Syaikh As Sa’di, hal. 52)
Sumber Artikel http://rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar