بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
(Bismillahir rohmanir rohim)
Panduan Tayamum 2, Tayamum Haruskah dengan Debu?
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Sholawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Satu pembahasan yang urgent untuk diangkat adalah apa yang mesti
digunakan ketika tayamum. Apakah harus dengan debu? Silakan simak pada
bahasan sederhana berikut.
Tayamum Harus dengan Sho’id
Perlu diketahui bahwa para ulama sepakat bahwa bolehnya tayamum adalah dengan menggunakan sho’id
yang suci. Demikian dipersyaratkan oleh jumhur (mayoritas ulama),
sedangkan ulama Malikiyah memasukannya dalam wajib tayamum. Dalil harus
menggunakan sho’id adalah firman Allah Ta’ala,
فَتَيَمَّمُوا صَعِيدَاً طَيِّبَاً
“Lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan sho’id yang baik (suci).” (QS. Al Maidah: 6). (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 14: 260)
Apa itu Sho’id?
Jumhur ulama memaknakan sho’id pada ayat di atas dengan debu. Namun ulama lainnya mengatakan bahwa sho’id
adalah setiap yang berada di permukaan bumi termasuk debu, pasir, batu,
kapur dan selainnya. Dalil ulama yang menyatakan demikian adalah
hadits,
وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا
”Dianugerahkan untukku tanah sebagai masjid (tempat shalat) dan untuk bersuci.”
(HR. Bukhari no. 438). Hadits ini menunjukkan bahwa setiap yang berada
di permukaan bumi bisa digunakan untuk bersuci. Yang termasuk sho’id adalah debu. Dan kita pun bisa menggunakan selain debu, asalkan masih menempel di atas permukaan bumi.
Pendapat yang menyatakan sho’id adalah setiap yang berada di permukaan bumi, itulah yang lebih kuat. (Lihat Syarh ‘Umdatul Fiqh, 1: 146-147)
Ibnu Taimiyah menerangkan, “Sho’id adalah sesuatu yang
muncul pada permukaan bumi. Ini umum mencakup apa saja yang berada di
permukaan. Hal ini berdasarkan dalil firman Allah Ta’ala,
وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا
“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi sho’id yang rata lagi tandus.” (QS. Al Kahfi: 8)
فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا
“Hingga (kebun itu) menjadi sho’id yang licin” (QS. Al Kahfi: 40).
Ulama yang menyatakan bahwa tayamum tidak khusus dengan debu berdalil pula dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
جُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ
“Dijadikan untukku permukaan bumi sebagai tempat shalat dan untuk
bersuci. Maka siapa saja dari umatku yang mendapati waktu shalat, maka
shalatlah.” Dalam riwayat lainj disebutkan,
فَعِنْدَهُ مَسْجِدُهُ وَطَهُورُهُ
“Tanah tersebut bisa jadi tempat shalat dan untuk dia bersuci.”
Dalil di atas menunjukkan bahwa seorang muslim di mana pun ia berada,
maka ia bisa memanfaatkan tanah yang ia temui sebagai tempat shalat dan
alat untuk bersuci.
Sudah dimaklumi bahwa kebanyakan tanah yang ada tidak semuanya berupa
debu. Jika kita tidak boleh tayamum dengan pasir (artinya: harus dengan
debu saja), maka ini jelas menyelisihi kandungan hadits di atas. Dalil
di atas jelas mendukung bolehnya tayamum dengan pasir saja atau dengan
pasir ditambah batu kapur.” (Majmu’ Al Fatawa, 21: 365-366)
Ibnul Qoyyim berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
bertayamum dengan tanah tempat beliau shalat, baik itu debu, tanah
berair (lembab) atau pasir.” (Mukhtashor Zaadil Ma’ad, 12)
Al Amir Ash Shon’ani berkata, “Ash sho’id menurut kebanyakan para ulama adalah turob (debu).
Sedangkan sebagian pakar bahasa menyatakan bahwa sho’id adalah setiap
permukaan bumi baik debu atau yang lainnya. Seandainya di suatu tempat
hanya terdapat bebatuan dan tidak ada debu, maka itu masih disebut sho’id.” (Subulus Salaam, 1: 459)
Sayyid Sabiq berkata, “Para pakar bahasa sepakat bahwa sho’id adalah seluruh yang berada di atas permukaan bumi, baik debu atau lainnya.” (Fiqh Sunnah, 1: 60)
Syaikh Dr. Sholeh Al Fauzan pun menguatkan pendapat bahwa seluruh yang berada di atas permukaan bumi adalah sho’id. Beliau hafizhohullah berkata, “Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri
jika mendapati waktu shalat, mereka berwudhu dengan sesuatu yang ada di
permukaan bumi, seperti debu dan lainnya. Dan tidak menjadi keharusan
mereka harus membaca debu.” (Al Mulakhosul Fiqhiy, 1: 72)
Syaikh ‘Abdullah Al Jibrin berkata, “Boleh saja seseorang tayamum
pada dinding semen dan batu ubin walaupun tidak terdapat debu karena
keduanya tersusun dari batu, debu dan selainnya yang berasal dari
permukaan bumi. Namun tidak boleh tayamum pada dinding yang bercat atau
tayamum pada kasur karena keduanya bukan sesuatu yang asalnya berada di
permukaan bumi. Akan tetapi, jika pada dinding yang bercat atau pada
kasur tersebut terdapat debu, maka boleh bertayamum di tempat tersebut.”
(Syarh ‘Umdatul Fiqh, 1: 148)
Sedangkan jika ada dalil yang menyatakan tayamum dengan debu, maka
itu hanyalah penyebutan sebagian cara. Namun dalil tersebut tidaklah
membatalkan dalil yang membolehkan tayamum dengan sho’id secara umum. Wallahu ta’ala a’lam.
Masih ada pembahasan tata cara tayamum yang akan diulas dalam serial selanjutnya insya Allah.Walhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
0 komentar:
Posting Komentar