بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
(Bismillahir rohmanir rohim)
Cara Wudhu Ketika Terbalut Perban
Seorang
muslim dalam keadaan bagaimana pun tetap harus shalat dan sebelumnya
bersuci. Termasuk pula ketika seseorang terbalut perban atau gips. Saat
itu, ia harus tetap bersuci sebelum shalat. Namun bagaimana dengan orang
yang terbalut perban atau gips lantas tidak diizinkan lukanya terkena
air, apa yang mesti ia lakukan saat berwudhu atau bersuci?
Mengusap Sebagai Ganti Membasuh
Seperti kita ketahui bahwa dalam berwudhu, ada bagian yang dicuci
(dibasuh) dan ada bagian yang diusap. Sebagaimana disebutkan dalam ayat
yang mensyari’atkan wudhu,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا
وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ
وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
usaplah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al Maidah: 6).
Mulai dari wajah, tangan hingga siku, dan kaki dicuci (dibasuh), yaitu dialirkan air. Sedangkan bagian kepala dan telinga cukup diusap dengan membasahi tangan dengan air terlebih dahulu.
Berwudhu bagi orang yang terbalut perban sama seperti cara wudhu
orang yang sehat. Para ulama menjelaskan bahwa jika membasuh atau
mencuci tidak mampu dilakukan, maka beralih pada mengusap, dengan
membasahi tangan lantas mengusap bagian yang perlu diusap. Hal ini
dilakukan semisal jika seseorang memiliki luka dan tidak boleh terkena
air yang mengalir.
Mengusap Perban atau Gips
Jika ada luka pada salah satu anggota wudhu, maka luka tersebut bisa jadi terbuka atau bisa jadi tertutup dengan perban.
Keadaan pertama: Luka tertutup dengan perban
Jika luka tertutup perban, maka bagian anggota wudhu yang tidak ada
luka dicuci atau dibasuh seperti biasa. Sedangkan bagian anggota wudhu
yang tertutupi perban cukup diusap. Kali ini tidak langsung beralih pada
tayamum.
Keadaan kedua: Luka dalam keadaan terbuka
Untuk keadaan ini, jika luka diizinkan terkena air, maka wajib
menggunakan air. Namun jika membasuh tidak bisa dilakukan karena
berbahaya pada lukanya, maka beralih pada mengusap. Jika membasuh begitu
pula mengusap sama-sama tidak dibolehkan, maka beralih pada tayamum.
(Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’, 1: 247).
Pensyaratan Telah Bersuci Ketika Mengenakan Perban
Sebagian ulama mensyaratkan bahwa syarat mengusap perban adalah jika
perban tersebut dikenakan setelah sebelumnya dalam keadaan bersuci
terlebih dahulu. Yang tepat, pendapat yang mensyaratkan adalah pendapat yang lemah dengan dua alasan:
- Tidak ada dalil yang mensyaratkannya dan tidak tepat diqiyaskan (dianalogikan) dengan mengusap khuf atau sepatu karena keduanya berbeda.
- Penggunaan perban sifatnya adalah tiba-tiba atau emergency. Hal ini berbeda dengan khuf (sepatu) yang boleh dikenakan setiap saat semau kita. (Lihat Syarhul Mumthi’, 1: 250).
Ada 4 perbedaan antara mengusap khuf (sepatu) dan mengusap perban sebagai berikut:
- Mengusap perban tidaklah khusus pada bagian tubuh tertentu. Sedangkan mengusap khuf khusus untuk kaki.
- Mengusap perban boleh dilakukan ketika hadats besar maupun hadats kecil. Sedangkan mengusap khuf hanya boleh dilakukan untuk hadats kecil seperti tidur, buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK).
- Mengusap perban tidak dibatasi waktunya. Sedangkan mengusap khuf dibatasi waktunya, yaitu untuk orang mukim selama sehari semalam (1×24 jam) dan musafir selama tiga hari tiga malam (3×24 jam).
- Mengusap perban tidak disyaratkan mengenakannya dalam keadaan thoharoh (bersuci) terlebih dahulu. Inilah pendapat terkuat dari perselisihan para ulama. Sedangkan mengusap khuf mesti dengan thoharoh (bersuci seperti berwudhu) terlebih dahulu sebelum mengenakan khuf (sepatu) tersebut lalu nantinya boleh cukup diusap saat sampai di kaki. (Lihat Syarhul Mumthi’, 1: 250-251).
Sumber Artikel http://rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar