Social Icons

...

Senin, 13 Oktober 2014

Hukum Istinja'

 بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
(Bismillahir rohmanir rohim)

Apabila telah selesai membuang kotoran/ hajat baik kencing maupun berak, maka wajib beristinja dengan air saja atau dengan 3 batu atau lebih saja atau dengan keduanya pertama-tama dengan 3 batu lalu dengan air. Hal ini didasarkan atas firman Allah dan sabda Rosulallah sholallahu 'alaihi wasallam :
والرجز فاهجر (المزمل :4)
‘…….Dan akan kotoran, maka hindarilah ( QS : Al Mujammil :4)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:إِذَا ذَهَبَ اَحَدُكُمْ إِلَى الْغَائِطِ، فَلْيَذْهَبْ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ، فَاِنَّهَا تُجْزِئُ عَنْهُ - (رواه أبو داود)
“ Dari A’isyah RA telah berkata : Bahwa Rosulallah sholallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : “Apabila salah seorang dari kalian ada yang buang air besar (ghoit), maka hendaklah ia menghilangkannya dengan 3 batu. Sesungguhnya ia sudah mencukupkan”.HR Abu Daud

Tuntutan beristinja dalam Islam sangat keras.Oleh karena itu setiapa muslim dan muslimat harus selalu memperhatikan dan sangat memelihara tatakrama atau adab-adab yang telah ditetapkan oleh syariat agama. Menurut Nabi Muhammad SAW; kebanyakan azab kubur disebabkan oleh tidak beristinja ;
عن انس رضي الله عنه قَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَنَـزَّهُوْا مِنَ الْبَوْلِ فَاِنَّ عَامَةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْهُ- (رواه الدارقطنى )
‘ Dari Anas RA telah berkata: Rosullallah
sholallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda ; Bersucilah kamu dari air kencing. Karena sesungguhnya kebanyakan siksa kubur disebabkan darinya”. HR Daruquthni.
Dalam hadist ini ada kata perintah yaitu “tanazzahu “ artinya bersucilah. Menurut kaidah usul fiqh jika ada suatu kata perintah asal kata itu menunjukan akan wajibnya suatu perintah. Jadi bersuci/ cebok itu hukumnya jelas wajib. Tidak cebok setelah buang air itu dosa.

Hukum Istinja’
 
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum istinja’ menjadi dua hukum.


Wajib
Mereka berpendapat bahwa istinja’ itu hukumnya wajib ketika ada sebabnya. Dan sebabnya adalah adanya sesuatu yang keluar dari tubuh lewat dua lubang (anus atau kemaluan).Pendapat ini didukung oleh Al Malikiyah Asy-Syafi’iyah dan Al Hanabilah. Sedangkan dalil yang mereka gunakan adalah hadits Rosulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa Rosulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bila kamu pergi ke tempat buang air maka bawalah tiga batu untuk membersihkan. Dan cukuplah batu itu untuk membersihkan. (HR. Ahmad Nasai Abu Daud Ad Daaruquthuni)

Hadits ini bentuknya amr atau perintah dan konsekuensinya adalah kewajiban.
Dari Abdirrahman bin Yazid Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa telah dikatakan kepada Salman”Nabimu telah mengajarkan kepada kalian segala sesuatu”. Salman berkata”Benar beliau telah melarang kita untuk menghadap kiblat ketika berak atau kencing. Juga melarang istinja’ dengan tangan kanan dan istinja dengan batu yang jumlahnya kurang dari tiba buah. Dan beristinja’ dengan tahi atau tulang. (HR. Muslim Abu Daud dan Tirmizy)

Sunnah
Pendapat ini didukung oleh Al Hanafiyah dan sebagian riwayat dari Al Malikiyah. Maksudnya adalah beristinja’ dengan menggunakan air itu hukumnya bukan wajib tetapi sunnah. Yang penting najis bekas buang air itu sudah bisa dihilangkan meskipun dengan batu atau dengan ber-istijmar.
Dasar yang digunakan Al Imam Abu Hanifah dalam masalah kesunnahan istinja’ ini adalah hadits berikut:
Siapa yang beristijmar maka ganjilkanlah bilangannya. Siapa yang melakukannya maka telah berbuat ihsan. Namun bila tidak maka tidak ada keberatan. (HR. Abu Daud).

Selain itu beliau berpendapat bahwa najis yang ada karena sisa buang air itu termasuk najis yang sedikit. Dan menurut mazhab beliau najis yang sedikit itu dimaafkan.

Di dalam kitab Sirajul Wahhab milik kalangan mazhab Al  Hanafiyah istinja’ itu ada 5 macam 4 diantaranya wajib dan 1 diantaranya sunnah. Yang 4 itu adalah istinja’ dari haidh nifas janabah dan bila najis keluar dari lubangnya dan melebihi besarnya lubang keluarnya. Sedangkan yang hukumnya sunnah adalah bila najis keluar dari lubangnya namun besarnya tidak melebihi besar lubang itu.

Mengomentari hal ini Ibnu Najim mengatakan bahwa yang empat itu bukan istinja’ melainkan menghilangkan hadats sedangkan yang istinja’ itu hanyalah yang terakhir saja yaitu najis yang besarnya sebesar lubang keluarnya najis. Dan itu hukumnya sunnah. Sehingga istinja’ dalam mazhab Al-Hanafiyah hukumnya sunnah.

Demikian semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu 'aklam bish showab.

0 komentar:

Posting Komentar